Jakarta, CNBC Indonesia – Sepatu Bata, merek alas kaki legendaris menutup salah satu pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat. Mereka mengaku berat menjalankan operasional buntut rugi yang membengkak.

Direktur Bata Hatta Tutuko mengatakan perusahaan telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat. Namun sayang, upaya tersebut belum optimal dan berujung penutupan pabrik.

“Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia,” ujar Hatta dalam keterbukaan informasi BEI, dikutip Minggu (5/5/2024).

Mengacu pada laporan keuangan per 31 Desember 2023, Bata mencatat rugi tahun berjalan yang diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp190,29 miliar. Nilai ini membengkak 79,65% dari Rp105,92 miliar di tahun 2022.

Seiring penurunan tersebut, penjualan neto Bata tercatat Rp 609,61 miliar pada 2023 atau turun 5,26% year on year (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 643,45 miliar.

Tren penurunan laba Bata sendiri sudah berjalan selama empat tahun. Pada 2020, atau masa dimulainya karantina Covid-19, Bata mencatatkan kerugian sebesar Rp177,76 miliar pada 2020, turun drastis dari sebelumnya mencatatkan laba Rp23,44 miliar.

Pada 2021, rugi bersihnya membaik menjadi rugi bersih sebesar Rp51,2 miliar dan membengkak kembali di tahun 2022 menjadi Rp105,91 miliar.

Merek Global

Jika diingat kembali, Bata menjadi merek pilihan yang dituju masyarakat Indonesia saat membeli sepatu baru, baik itu buat sekolah atau bekerja.

Harga murah, kualitas baik dan mudah didapat menjadi alasan orang membelinya. Selain itu, Bata juga sudah teruji oleh waktu karena sudah eksis di Indonesia sejak 1931.

Akibatnya, orang Indonesia familiar dengan merek sepatu ini. Apalagi, kata “Bata” terdaftar sebagai kosa kata dalam KBBI yang berarti “benda yang berbentuk persegi panjang seperti kotak atau peti kecil”.

Saking eksisnya merek ini, banyak yang mengira Bata berasal dari Indonesia. Namun, kenyataannya itu semua salah. Ya, sepatu Bata bukanlah produk dalam negeri, melainkan produk Eropa tepatnya dari Ceko. Kata “Bata” justru diambil dari pendiri sekaligus pembuatnya, yakni Tomas Bata.

Tomas adalah pengusaha asal Ceko. Bermodalkan pinjaman ibu sebesar US$ 350, dia dan saudara-saudaranya mendirikan pabrik sepatu Bata di Zlin pada 24 Agustus 1894.

Sejak itu, dia kerap berkelana mencari inspirasi pembuatan sepatu. Ia pun belajar mencari mesin pembuat sepatu.

Tercatat dia mengunjungi New England (Amerika Serikat/AS) untuk belajar membuat sepatu dengan mendaftarkan diri menjadi buruh sepatu pabrik. Barulah ketika sudah cukup ilmu dia kembali ke Ceko untuk mempraktikan seluruhnya.

Beruntung, ketika dia pulang kampung, Eropa mengalami perang yang dikenal sebagai Perang Dunia I (1914-1918). Berkat peristiwa itu, Bata mendapat order sepatu tentara dalam skala besar.

Menurut The Encyclopedia of the Industrial Revolution in World History (2014), diketahui Bata mampu memproduksi 50 ribu sepatu selama periode perang. Dari keuntungan itu Bata mampu berekspansi ke berbagai negara.

Bata memulai dari Swiss, lalu ke Inggris, Prancis, Belanda, Kanada, sampai negeri di Timur bernama Hindia Belanda. Jejak Bata di Hindia Belanda terdeteksi pada 1931 lewat pendirian gudang impor sepatu Bata di Tanjung Priok.

Sebagaimana dipaparkan Entrepreneur Extraordinary: Biography of Tomas Bata (1968), lisensi perusahaan Bata dipegang oleh NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij Bata. Sayang, Tomas tidak bisa melihat kesuksesan Bata di Hindia Belanda dalam waktu lama karena terpaksa meregang nyawa di kecelakaan pesawat pada 1932.

Kendati demikian, bisnis Bata tetap berjalan dipegang oleh anaknya. Dan di Hindia Belanda, Bata rupanya sukses menjadi ‘raja sepatu’ usai mendirikan pabrik sepatu Bata di Kalibata, pada 1939.

Sejak itulah Bata tetap eksis, apapun tantangannya. Bahkan, di masa-masa sulit pun Bata tidak tutup.

Tak hanya dimiliki rakyat jelata, Sukarno pun tercatat menjadi pengguna sepatu Bata. Menurut kesaksian ajudannya, Maulwi Saelan dalam memoar berjudul Dari Revolusi ’45 sampai Kudeta ’66: kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2001), diketahui proklamator itu punya 3 dus sepatu Bata berisi 3 pasang sepatu untuk olahraga.

Eksistensi Bata pun tetap bertahan hingga saat ini. Produk Bata di seluruh dunia berada di bawah jaringan internasional Bata Shoe Organization.

Di Indonesia, lisensi Bata dipegang oleh PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Merk ini juga memegang lisensi untuk merek lainnya, seperti North Star, Power, Bubblegummers, Marie-Claire, dan Weinbrenner.

[Gambas:Video CNBC]

(luc/luc)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *